Dear PB,
Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku saat menulis ini. Tapi menurutku sudah saatnya kamu untuk tahu.
Kenapa aku memanggilmu 'PB'? Entahlah.. aku hanya senang menyebutmu begitu, bahkan menulis namamu di kontak ponsel juga begitu.
Cukup lama mengenalmu dan dua tahun merasa cukup dekat lebih dari seorang teman membuatku ingin berkisah, kisah yang cukup panjang. Tapi aku ragu kamu akan enggan membacanya, jadi cukuplah ringkas saja.
Mungkin kamu bertanya, mengapa tak ku katakan langsung saja? Mengapa harus melalui surat elektronik begini?.
Setelah sekian lama vakum, aku hanya ingin tahu kabarmu. Dulu selalu itu yang kamu katakan. Saling berharap dalam keadaan sehat-sehat saja.
PB, aku sayang padamu.
Meski dalam kondisi sulit seperti ini, meski seharusnya bukan saatnya lagi untuk bicara cinta. Impian kita tentang sederhananya cinta dalam pernikahan membuatku harus ikhlas.. ikhlas melepasmu mengikat janji dengan wanita pilihan orangtuamu.
Pada pertemuan terakhir kita, aku sudah merasa kita tidak akan bertemu lagi. Caramu bicara dan kecupan bisu di kepalaku seperti menjelaskan semuanya. PB, aku ingin kamu tahu kalau aku ikhlas. Meski sakit, aku ingin sekali ikhlas.
Satu hal yang aku ingin kamu tahu, aku menyukaimu sejak dulu, sejak pertama aku melihatmu. Terus berlangsung sejak kamu tidak pernah menganggapku ada hingga kamu menyadari keberadaanku dan memintaku menjadi tua bersamamu.
PB.. aku marah, aku sakit hati. Tapi terlepas dari semua itu aku percaya 'dia' adalah hal terbaik yang disediakan Tuhan untukmu. Dan aku akan bertemu dengan seseorang yang juga tengah dipersiapkan untukku.
Berbahagialah, bahagia dan terus bahagia hingga kebahagiaan itu meluap dan membanjiri orang-orang disekelilingmu.
Salam sayang,
PT
Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku saat menulis ini. Tapi menurutku sudah saatnya kamu untuk tahu.
Kenapa aku memanggilmu 'PB'? Entahlah.. aku hanya senang menyebutmu begitu, bahkan menulis namamu di kontak ponsel juga begitu.
Cukup lama mengenalmu dan dua tahun merasa cukup dekat lebih dari seorang teman membuatku ingin berkisah, kisah yang cukup panjang. Tapi aku ragu kamu akan enggan membacanya, jadi cukuplah ringkas saja.
Mungkin kamu bertanya, mengapa tak ku katakan langsung saja? Mengapa harus melalui surat elektronik begini?.
Setelah sekian lama vakum, aku hanya ingin tahu kabarmu. Dulu selalu itu yang kamu katakan. Saling berharap dalam keadaan sehat-sehat saja.
PB, aku sayang padamu.
Meski dalam kondisi sulit seperti ini, meski seharusnya bukan saatnya lagi untuk bicara cinta. Impian kita tentang sederhananya cinta dalam pernikahan membuatku harus ikhlas.. ikhlas melepasmu mengikat janji dengan wanita pilihan orangtuamu.
Pada pertemuan terakhir kita, aku sudah merasa kita tidak akan bertemu lagi. Caramu bicara dan kecupan bisu di kepalaku seperti menjelaskan semuanya. PB, aku ingin kamu tahu kalau aku ikhlas. Meski sakit, aku ingin sekali ikhlas.
Satu hal yang aku ingin kamu tahu, aku menyukaimu sejak dulu, sejak pertama aku melihatmu. Terus berlangsung sejak kamu tidak pernah menganggapku ada hingga kamu menyadari keberadaanku dan memintaku menjadi tua bersamamu.
PB.. aku marah, aku sakit hati. Tapi terlepas dari semua itu aku percaya 'dia' adalah hal terbaik yang disediakan Tuhan untukmu. Dan aku akan bertemu dengan seseorang yang juga tengah dipersiapkan untukku.
Berbahagialah, bahagia dan terus bahagia hingga kebahagiaan itu meluap dan membanjiri orang-orang disekelilingmu.
Salam sayang,
PT
0 komentar:
Post a Comment